Tak terasa hari ini kita sudah memulai ibadah puasa. Untuk yang berpuasa selamat menjalankan semoga diberikan keberkahan 🙂 . Hari minggu tanggal 5 juni kemarin keluarga saya melakukan ziarah ke makam kakek saya (paternal). Karena ayah saya ingin ziarah ke makam ayahnya tahun ini sebelum puasa. Jadilah ayah beserta anak-anaknya kemarin berkesempatan pergi ke pandam pakuburannya orang Koto Anau di Seberang Padang. Perkuburan ini berlokasi di perbukitan di sebelah selatan kota Padang. Di daerah perbukitan ini bukan hanya orang Koto Anau saja yang memiliki kuburan. Orang dari nagari lain di Sumatera Barat pun banyak yang memiliki lokasi perkuburan di sini. Nah perkuburan seperti ini biasanya dimiliki secara bersama-sama oleh orang dari suatu nagari yang sama yang kebetulan merantau di Padang. Jadi kalau meninggal di Padang biasanya akan dikubur di Pandam Pakuburan mereka di Padang. Keuntungan memiliki perkuburan seperti ini adalah tidak perlu membayar seperti halnya pemakaman umum. Kalau di TPU kan harus membayar dengan jangka waktu sekian tahun. Kalau jangka waktu sekian tahun sudah habis dan tidak diperpanjang otomatis makam akan dibongkar. Nah kalau memiliki perkuburan nagari seperti ini tidak ada sistem seperti itu. Tidak membayar, tidak ada pembongkaran, tidak ada jangka waktu pokoknya kalau punya perkuburan seperti ini lebih baik dikuburkan di sini dari pada di TPU. Kalau saya yang orang pariaman ini sih tidak tahu di mana lokasi perkuburan orang pariaman di Padang 😀 . Soalnya mama tidak tergabung dalam suatu wadah perkumpulan orang sekampung. Kalau di kampung saya kami juga memiliki perkuburan desa. Yang dikuburkan di sana biasanya orang-orang asli desa tersebut. Kalau seperti suami yang istrinya tinggal di desa kami maka saat suami tersebut meninggal dia akan dimakamkan di perkuburan di desa asalnya.
Karena lokasinya yang berada di perbukitan, lumayan membuat ngos-ngosan waktu menuju ke lokasi makam kakek saya. Sudah lama tidak ke sana jadinya agak buta arah. Ditambah lagi pernah terjadi longsor beberapa waktu lalu yang mengakibatkan banyak makam yang terkena dampak. Nah yang paling saya ingat adalah adanya kuburan orang tionghoa di dekat jalan masuk.
Naik sedikit lagi bertemu dengan satu makam orang tionghoa lagi
Sewaktu pulang ada satu makam lagi yang saya lihat
Sewaktu saya tanya ke ayah mengapa ada kuburan orang tionghoa kata ayah orang tionghoa yang lebih dulu dikuburkan di sana. Kalau yang bertuliskan karakter tionghoa tanpa aksara latin sedikitpun itu mungkin sudah tua sekali umurnya. Kalau yang sudah bertuliskan aksara latin itu makam dari tahun 1983.
Jalan menuju lokasi makam kakek
Saya suka lokasinya, bisa melihat kota Padang dari atas 🙂
Ini makam kakek saya 🙂
Selain ke makam kakek, kami juga ziarah ke makam ni i (kemenakannya ayah) dan ke makam kakaknya ayah. Setelah duduk-duduk sejenak melepas lelah. Kami pun akhirnya pulang, tidak lupa ambil foto dulu 🙂
Pada saat turun, adek saya yang bungsu terpleset. Makanya dari awal sudah diingatkan jangan bercanda. Itu dia bercanda terus dengan kakaknya yang cewek. Terus adek saya laki-laki yang satu lagi terban waktu turun. Memang harus hati-hati kalau mendaki dan menuruni bukit di sini. Lumayan terjal, habis hujan pula
Sesudahnya kami mampir ke rumah makan untuk beli nasi bungkus. Mama saya tidak ikut ziarah karena sedang memasak rendang di rumah 😀 . Sorenya kami pun balimau 🙂 . Balimau cukup di rumah saja, tidak perlu pergi ke pemandian. Di keluarga saya memang tidak ada tradisi ke pemandian untuk balimau. Sekian dulu cerita saya kali ini 🙂